Tomohon, 14 April 2016
MAKALAH PELAYANAN PRIMA
MEMBANGUN HUBUNGAN INTERPERSONAL DAN BUDAYA PELAYANAN PRIMA
DISUSUN OLEH
CHRISTIAN E. WONDAL
13318256
UNIVERSITAS NEGERI MANADO
FAKULTAS EKONOMI
PENDIDIIKAN EKONOMI
ADMINISTRASI PERKANTORAN 1
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Pelayanan Prima yang berjudul MEMBANGUN HUBUNGAN INTERPERSONAL DAN BUDAYA PELAYANAN PRIMA dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Tomohon, April 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
COVER i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG 1
B. RUMUSAN MASALAH 4
C. TUJUAN PENULISAN 4
BAB II PEMBAHASAN
1. PENTINGNYA MOTIVASI DIRI DAN TEAM WORK 5
2. PENTINGNYA LOYALITAS 9
3. PENTINGNYA BER-EMPHATY DAN KEMAMPUAN MENDENGARKAN 11
4. BUDAYA PELAYANAN PRIMA DALAM BUDAYA KERJA PERUSAHAAN 14
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN 16
B. SARAN 16
DAFTAR PUSTAKA 17
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam berbagai aktivitas kita sehari-hari seringkali terbantu dan bahkan tergantung pada jasa. Hal tersebut menunjukkan bahwa bisnis jasa sangat berpengaruh dalam dunia modern ini. Beberapa contoh bisnis di bidang jasa antara lain adalah perbankan, makelar, konsultan, perpustakaan, reparasi, serta transportasi. Dengan adanya kemajuan perekonomian global, pertumbuhan pada sektor jasa semakin meningkat. Menurut laporan tahunan Bank Dunia, Global Economic Prospect and Developing Countries 1995 (Spillane, 2006: 49), sektor yang memainkan peranan semakin penting dalam revolusi globalisasi pada masa mendatang adalah sektor jasa.
Sektor jasa merupakan komponen yang tumbuh paling cepat, baik dalam perdagangan maupun investasi langsung luar negeri. Sejalan dengan itu, Kotler (2003: 444) menyatakan jasa adalah setiap tindakan atau manfaat yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain yang pada esensinya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan sesuatu. Produksinya dapat atau tidak dapat dikaitkan dengan suatu produk fisik. Berdasarkan definisi tersebut, perusahaan yang bergerak di bidang jasa harus berorientasi pada pelanggan, yaitu memuaskan para konsumen. Perusahaan memiliki tugas mendasar yaitu untuk mempengaruhi sikap dan perilaku konsumen. Dengan komunikasi yang efektif maka perusahaan transportasi jasa mampu membina hubungan baik yang dinamis dan harmonis dengan pelanggan. Customer Relations merupakan salah satu kegiatan yang penting dilakukan oleh perusahaan jasa transportasi karena menyangkut masa depan jalannya perusahaan.
Dalam upaya peningkatan pemberian pelayanan jasa kepada pelanggannya, perusahaan perlu menekankan visinya dalam kegiatan pemenuhan kebutuhan dan keinginan para pelanggannya tersebut. Konsumen memiliki kriteria evaluasi dalam memilih produk dan tempat penjualan produk, kriteria tersebut antara lain adalah faktor kenyamanan, pelayanan, kualitas produk, dan lain sebagainya. Zeithamal dan Bitner (Lupiyoadi 2001: 192), berpendapat bahwa faktor utama penentu kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa. Hal tersebut menjadi faktor penting dan harus diperhatikan produsen, karena akan menjadi bahan perbandingan bagi konsumen untuk memilih produk atau toko mana yang akan didatangi konsumen. Dalam persaingan bisnis yang semakin meningkat akhir-akhir ini, perusahaan-perusahaan bersaing terutama dalam memanjakan pelanggannya, terutama dengan memberikan pelayanan jasa yang terbaik kepada pelanggannya.
Para pelanggan akan mencari produk, berupa barang atau jasa dari perusahaan yang dapat memberikan pelayanan terbaik kepadanya. Dengan kondisi seperti ini, maka perusahaan harus dapat meningkatkan keterampilan customer service dalam pemberian informasi, bersikap, dan dalam menjalin komunikasi interpersonal kepada para pelanggannya. Perusahaan yang mempunyai keterampilan yang tinggi dalam pemberian pelayanan kepada pelanggannya akan mampu menguasai atau dominan di pasar. Bagi perusahaan jasa, pelayanan dihasilkan dan dikonsumsi pada waktu yang sama. Berbeda dengan perusahaan yang menjual barang, jasa pembuatan barang dihasilkan sebelum barang tersebut dikonsumsi.
Oleh sebab itu pihak perusahaan dan pelanggan terlibat secara personal dalam transaksi pelayanan. Pengalaman pelayanan ini penting. Bila petugas yang melayani konsumen itu menunjukkan sikap yang tidak ramah dan wajah yang suram maka konsumen akan merasa tidak senang dan mungkin saja ia tidak akan kembali ke perusahaan itu lagi sebaliknya bila petugas itu menunjukkan sikap yang ramah dan menyenangkan maka tamu akan senang dan merasa puas. Sebagai perusahaan jasa transportasi yang mengalami persaingan bisnis, pelanggan merupakan target sasaran perusahaan. Dalam pada itu hubungan dengan pelanggan merupakan kunci kesuksesan sebuah perusahaan. Kepuasan yang dihasilkan oleh produk atau layanan yang baik merupakan suatu permulaan dari hubungan pelanggan yang baik dan mendorong rekomendasi (Jefkins, 1994:81).
Kualitas menjadi salah satu kunci sukses dari setiap bisnis. Kualitas ini diberikan kepada konsumen untuk memenuhi ekspektasi konsumen dengan menyediakan produk dan pelayanan pada suatu tingkat harga yang dapat diterima dan menciptakan “nilai” bagi konsumen serta menghasilkan profit bagi perusahaan. Kualitas customer service yang diberikan merupakan kinerja terpenting yang dapat dilakukan oleh pihak perusahaan. Perusahaan harus memperhatikan hal-hal penting bagi konsumen, supaya perusahaan dapat memenuhi harapan konsumen. Customer service perlu memberikan rasa senang, rasa nyaman dan aman kepada para pelanggan atas perlakuan dan informasi yang diberikan mengenai hal yang berkaitan dengan produk-produk yang ditawarkan oleh perusahaan jasa, ataupun terhadap segala macam bentuk cara penyelesaian masalah yang dihadapi oleh pelanggan dapat diselesaikan dengan baik. Melalui peningkatan kualitas customer service tersebut diharapkan perusahaan mampu memenuhi harapan konsumen sehingga pada gilirannya kinerja perusahaan juga akan semakin meningkat.
Kualitas adalah suatu ukuran yang mengukur kemampuan suatu bisnis jasa transportasi dalam memenuhi kebutuhan konsumennya. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam bisnis jasa transportasi ditanamkan sikap yang berorientasi pasa konsumen dengan mendengarkan keinginan konsumen. Customer service yang baik sering dinilai oleh konsumen secara langsung dari karyawan. Perusahaan memerlukan usaha untuk meningkatkan kualitas sistem pelayanan yang diberikan agar dapat memenuhi keinginan konsumen. Kualitas customer service memberikan suatu dorongan kepada konsumen untuk menjalin hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang ikatan ini memungkinkan perusahaan untuk memahami harapan konsumen serta kebutuhannya. Ketidakpuasan pada salah satu atau lebih dari dimensi customer service tersebut tentunya akan memberikan kontribusi terhadap tingkat layanan secara keseluruhan, sehingga upaya untuk meningkatkan kualitas customer service untuk masing-masing dimensi layanan harus tetap menjadi perhatian. Semua itu sangat tergantung pada komunikasi dua arah yang dapat dijalin dengan komunikasi interpersonal.
Tantangan utama yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang jasa adalah memadukan kualitas pelayanan yang prima dengan apa yang diharapkan oleh konsumen. Oleh sebab itu pihak perusahaan perlu memperhatikan masalah pelatihan karyawan, masalah-masalah konsumen, dan kepekaan terhadap kebutuhan-kebutuhan konsumen. Kualitas customer service sangat erat kaitannya dengan cara berkomunikasi dan memberikan pelayanan prima saat menghadapi pelanggan. Petugas harus mampu menjelaskan dan memberikan informasi dengan baik mengenai fasilitas yang ditawarkan oleh perusahaan dan berbagai informasi lainnya. Itu menjadi sangat penting sebagai pendukung dari pelayanan customer service. Dalam memberikan pelayanan terbaik kepada para pelanggan customer service tidak hanya menggunakan komunikasi secara verbal atau lisan tetapi juga malaui ekspresi wajah, penampilan, tingkah laku, ataupun sikap tubuh yang disebut dengan komunikasi non verbal. Customer service bertugas menerima kebutuhan pelanggan. Oleh sebab itu, pihak customer service akan menyampaikan ke bagian back office atau bagian operasi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan tersebut. Dalam hal ini, berarti seorang customer service berhasil menyampaikan keinginan pelanggan ke bagian lain di perusahaan
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan konsumen yaitu komunikasi intepersonal. Konsumen akan lebih merasakan kepuasan dengan karyawan yang memiliki kemampuan dalam teknik berinteraksi dengan orang lain dan mempunyai kemampuan dalam persepsi sosial agar mampu membaca perasaan, sikap dan keyakinan konsumen (Kotler, 1997: 86). Menurut Cangara, komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan membangun hubungan antar sesama manusia melalui pertukaran informasi untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu (Cangara, 1998:18). Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan komunikasi, kita dapat membangun hubungan antar sesama manusia dan dengan adanya pertukaran informasi diharapkan dapat mengubah sikap dan tingkah laku. Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang terjadi secara langsung antara dua orang. Konteks interpersonal banyak membahas tentang suatu hubungan dimulai, mempertahankan suatu hubungan, dan keretakan suatu hubungan (West 2008: 35).
Komunikasi interpersonal sangat potensial untuk mempengaruhi dan membujuk orang lain, karena individu dapat menggunakan kelima alat indera untuk mempertinggi daya bujuk pesan yang dikomunikasikan kepada konsumen. Kenyataannya memang komunikasi tatap muka membuat
manusia lebih akrab dengan sesamanya, tidak hanya bagi pengembangan pribadi dan keluarga, namun juga bagi peningkatan dalam penjualan produk. Dalam pada itu komunikasi interpersonal sebagai konteks untuk membangun relasi dalam customer relations. Para pelanggan selalu berharapkan untuk menikmati jasa yang dikonsumsinya sesuai dengan harapannya. Hal tersebut tercermin dalam kualitas jasa yang dihasilkan. Kunci keberhasilan perusahaan dalam menjaga atau meningkatkan kualitas jasa dalam pelayanan pemberian jasa yang dihasilkannya adalah sumber daya manusia (SDM) yang menghasilkan dan menyampaikan jasa tersebut. Dengan demikian peran dari orang yang menghasilkan dan menyampaikan jasa tersebut mempengaruhi tingkat kualitas dari jasa yang dihasilkan. Dalam pada itu setiap perusahaan yang bergerak di bidang jasa harus berupaya untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan karyawannya dalam memberikan pelayanan yang prima bagi para pelanggan.
B. RUMUSAN MASALAH
1) Pentinganya Motivasi Diri Dan Team Work
2) Pentingnya Loyalitas
3) Pentingnya Ber-Emphaty Dan Kemampuan Mendengarkan
4) Budaya Pelayanan Prima Dalam Budaya Kerja Perusahaan
C. TUJUAN PENULISAN
Penulisan makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan penulis maupun pembaca tetang bagaimana cara membangun hubungan interpersonal dan budaya pelayanan prima.
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENTINGANYA MOTIVASI DIRI DAN TEAM WORK
A. MOTIVASI
Motivasi merupakan suatu semangat, gairah dan determinasi tinggi yang berasal dari dalam diri sendiri untuk mencapai seusatu yang menjadi tujuan. Motivasi menjadi bahan baku dasar dari sebuah kata yang dinamakan kesuksesan. Motivasi yang luar biasa dapat menimbulkan energi yang luar biasa pula , membuat seseorang bekerja keras, dan bahkan dapat membuat sesuatu yang pada awalnya terlihat tidak mungkin untuk dilakukan menjadi indah untuk dilakukan.
Banyak orang yang dianugerahkan kecerdasan, bakat, serta kemampuan yang luar biasa dalam kehidupannya tetapi tidak dapat sukses secara optimal dan terkadang hanya menyalahkan nasibnya saja dalam kehidupan. Padahal jika dilihat dengan lebih seksama, semuanya itu terjadi bukanlah karena kurangnya kemampuan yang ia miliki namun karena kurangnya motivasi dalam kehidupannya .Motivasi Ini merupakan suatu kunci sukses yang wajib dimiliki oleh tiap individu yang ingin sukses dalam kehidupan.
Lalu yang menjadi pertanyaan kita sekarang adalah ” bagaimanakah cara untuk memotivasi atau menyemangati diri kita agar selalu bersemangat dalam menghadapi setiap tantangan dalam kehidupan?. Hal pertama yang harus anda miliki untuk itu adalah sebuah impian yang jelas. Impian merupakan suatu keinginan kuat dari dalam diri yang mana untuk meraihnya anda akan mengeluarkan seluruh kemapuan dan daya upaya yang ada dalam diri anda. Jangan pernah takut untuk mempunyai impian karena setiap hal besar yang terjadi di dunia ini pastilah berawal dari mimpi dan impian. Dari impian ini barulah akan muncul suatu pemikiran dan dari pemikiran tersebut barulah muncul suatu tindakan. Jika bermimpi saja tidak berani bagaimana bisa muncul suatu tindakan yang dapat mewujudkan impian anda.
B. KERJA SAMA TIM TERHADAP KINERJA KARYAWAN
Orang bisa mencapai sukses jika didukung dan mendukung orang lain. Intinya, sukses bisa diraih melalui kerja sama tim. Siapa pun yang telah mencapai sukses pasti menyadari hal ini. Tetapi, tentu saja tim yang dimaksud di sini bukanlah sembarang tim, tetapi tim yang efektif. Kerjasama tim seperti kemampuan yang harus terus diasah. Tidak ada artinya karyawan berkemampuan tinggi tetapi tidak bisa bekerja sama dalam tim. Dua hal tersebut seperti satu paket.
• Model Efektifitas Tim Kerja
Efektifitas tim kerja didasarkan pada dua hasil – hasil produktif dan kepuasan pribadi. Kepuasan berkenaan dengan kemampuan tim untuk memenuhi kebutuhan pribadi para anggotanya dan kemudian mempertahankan keanggotaan serta komitmen mereka. Hasil produktif berkenaan dengan kualitas dan kuantitas hasil kerja seperti yang didefinisikan oleh tujuan – tujuan tim. Faktor – faktor yang mempengaruhi efektifitas tim yaitu konteks organisasional, struktur, strategi, lingkungan budaya, dan system penghargaan. Karakter tim yang penting adalah jenis, struktur, dan komposisi tim. Karakteristik – karakteristik tim ini mempengaruhi proses internal tim, yang kemudian mempengaruhi hasil dan kepuasan. Para pemimpin harus memahami dan mengatur tingkat – tingkat perkembangan, kekompakan, norma – norma, dan konflik supaya dapat membangun tim yang efektif.
1. Ciri-Ciri Tim Yang Efektif
a) Tujuan yang sama.
Jika semua anggota tim mendayung ke arah yang sama, pasti kapal yang didayung akan lebih cepat sampai ke tempat tujuan, dari pada jika ada anggota tim yang mendayung ke arah yang berbeda, berlawanan, ataupun tidak mendayung sama sekali karena bingung ke arah mana harus mendayung. Jadi, pastikan bahwa tim memiliki tujuan dan semua anggota tim Anda tahu benar tujuan yang hendak dicapai bersama, sehingga mereka yakin ke arah mana harus mendayung.
b) Antusiasme yang tinggi.
Pendayung akan mendayung lebih cepat jika mereka memiliki antusiasme yang tinggi. Antusiasme tinggi bisa dibangkitkan jika kondisi kerja juga menyenangkan: anggota tim tidak merasa takut menyatakan pendapat, mereka juga diberi kesempatan untuk menunjukkan keahlian mereka dengan menjadi diri sendiri, sehingga kontribusi yang mereka berikan juga bisa optimal.
c) Peran dan tanggung jawab yang jelas.
Jika semua ingin menjadi pemimpin, maka tidak akan ada yang mendayung. Sebaliknya, jika semua ingin menjadi pendayung, maka akan terjadi kekacauan karena tidak ada yang memberi komando untuk kesamaan waktu dan arah mendayung. Intinya, setiap anggota tim harus mempunyai peran dan tanggung jawab masing-masing yang jelas. Tujuannya adalah agar mereka tahu kontribusi apa yang bisa mereka berikan untuk menunjang tercapainya tujuan bersama yang telah ditentukan sebelumnya.
d) Komunikasi yang efektif.
Dalam proses meraih tujuan, harus ada komunikasi yang efektif antar-anggota tim. Strateginya: Jangan berasumsi. Artinya, jika Anda tidak yakin semua anggota tim tahu apa yang harus menjadi prioritas utama untuk diselesaikan, jangan berasumsi, tanyakan langsung kepada mereka dan berikan informasi yang mereka perlukan. Jika Anda tidak yakin bahwa tiap anggota tim tahu bagaimana melakukan ataupun menyelesaikan suatu tugas, jangan berasumsi mereka tahu, melainkan informasikan atau tujukanlah kepada mereka cara melakukannya. Komunikasi juga perlu dilakukan secara periodik untuk tujuan monitoring (misalnya: sudah seberapa jauh tugas diselesaikan) dan correcting (misalnya: apakah ada kesalahan yang perlu diperbaiki dalam menyelesaikan tugas yang telah ditentukan).
e) Resolusi Konflik.
Peace is not the absence of conflict, but the presence of justice. Ini merupakan pendapat Martin Luther King. Rasanya hal ini berlaku pula pada pencapaian sebuah tujuan. Dalam mencapai tujuan mungkin saja ada konflik yang harus dihadapi. Tetapi konflik ini tidak harus menjadi sumber kehancuran tim. Sebaliknya, konflik ini yang dapat dikelola dengan baik bisa dijadikan senjata ampuh untuk melihat satu masalah dari berbagai aspek yang berbeda sehingga bisa diperoleh cara baru, inovasi baru, ataupun perubahan yang memang diperlukan untuk melaju lebih cepat ke arah tujuan. Jika terjadi konflik, jangan didiamkan ataupun dihindari. Konflik yang tidak ditangani secara langsung akan menjadi seperti kanker yang menggerogoti semangat tim. Jadi, konflik yang ada perlu segera dikendalikan.
f) Shared power.
Jika ada anggota tim yang terlalu dominan, sehingga segala sesuatu dilakukan sendiri, atau sebaliknya, jika ada anggota tim yang terlalu banyak menganggur, maka pasti ada ketidakberesan dalam tim yang lambat laun akan membuat tim menjadi tidak efektif. Jadi, tiap anggota tim perlu diberikan kesempatan untuk menjadi ”pemimpin”, menunjukkan ”kekuasaannya” di bidang yang menjadi keahlian dan tanggung jawab mereka masing-masing. Sehingga mereka merasa ikut bertanggung jawab untuk kesuksesan tercapainya tujuan bersama.
g) Keahlian.
Bayangkan sebuah paduan suara dengan anggota memiliki satu jenis suara saja: sopran saja, tenor saja, alto saja, atau bas saja. Tentu suara yang dihasilkan akan monoton. Bandingkan dengan paduan suara yang memiliki anggota dengan berbagai jenis suara yang berbeda (sopran, alto, tenor dan bas). Paduan suara yang dihasilkan pasti akan lebih harmonis. Kesulitan pun akan terlihat lebih mudah diatasi, karena kesulitan bukanlah masalah yang harus dihindari, tetapi tantangan yang harus ditangani. Sikap dan pikiran yang positif merupakan modal utama sebuah tim.
h) Evaluasi.
Bagaimana sebuah tim bisa mengetahui sudah sedekat apa mereka dari tujuan, jika mereka tidak menyediakan waktu sejenak untuk melakukan evaluasi? Evaluasi yang dilakukan secara periodik selama proses pencapaian tujuan masih berlangsung bisa membantu mendeteksi lebih dini penyimpangan yang terjadi, sehingga bisa segera diperbaiki. Evaluasi juga bisa dilakukan tidak sekadar untuk koreksi, tetapi untuk mencari cara yang lebih baik. Evaluasi bisa dilakukan dalam berbagai cara: observasi, riset pelanggan, riset karyawan, interview, evaluasi diri, evaluasi keluhan pelanggan yang masuk, atau sekedar polling pendapat pada saat meeting
2. Pengaruh Kerjasama Tim terhadap Kinerja Karyawan
Tim adalah sebuah sistem yang unik, yaitu setiap tim bagaikan sistem yang berbeda-beda. Tim merupakan kumpulan orang yaitu bagaikan komponen dalam satu sistem. Sehingga dengan peranserta karyawan dalam tim akan dapat meningkatkan kinerjanya.
Dari penjelasan tentang kerjasama tim dalam peningkatan kinerja karyawan, agar tim dapat lebih berhasil hendaklah tiap karyawan dapat memahami hal berikut ini :
• Proses pengenalan tuntas antar anggota tim.
• Proses pemahaman yang mendalam antar anggota dalam tim.
• Pembentukan ikatan hati sesama tim.
• Membangun perasaan sehidup semati atau senasib sepenanggungan dalam tim.
• Strategi mengatur satu tim efektif.
• Kinerja tim efektif.
• Komponen anggota tim yang efektif.
• Membangun tim yang efektif dan produktif.
• Motivasi dalam tim.
• Pemanfaatan kekuatan individu dalam tim.
• Menentukan target, program dan tujuan bersama.
• Kepemimpinan dalam tim.
• Membangun norma dan aturan main tim.
• Membangun komunikasi dan hubungan antar tim.
• Membangun pengaruh kepada anggota tim.
• Mengelola konflik dalm tim.
• Proses kreatif dalam tim.
• Proses pengambilan keputusan : konsensus, kebersamaan, dan efektivitas-efisiensi.
• Pertemuan dan rapat tim.
• Membangun hubungan sosial intern atau antartim.
3. Karakteristik Teamwork Efektif Dalam Meningkatkan Kinerja
Ada sepuluh karakteristik yang diperlukan tim dalam menghasilkan kinerja secara luar biasa dan cepat mencapai tujuan yang diharapkan.
• Prinsip, Tujuan dan Sasaran
• Keterbukaan dan Konfrontasi
• Dukungan dan Kepercayaan
• Kerjasama, Komunikasi dan Konflik
• Prosedur kerja dan keputusan yang layak
• Kepemimpinan yang layak
• Review Kerja dan Program secara Reguler.
• Pengembangan Individu.
• Hubungan antar kelompok (sosial).
• Ikatan hati secara sinergi.
2. PENTINGNYA LOYALITAS
Organisasi merupakan sarana untuk sekumpulan individu yang memiliki kesamaan tujuan dan sasaran tertentu di bidang yang sesuai dengan kompetensi para anggotanya. Hal ini merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk berinteraksi dan bersosialisasi dengan sesamanya. Dengan berorganisasi, setiap individu dapat belajar untuk mengutamakan kepentingn organisasi daripada kepentingan pribadi mereka sehingga proses pembentukan karakter dari lingkungan organisasi ini sangat mempengaruhi keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh anggota dari suatu organisasi.
Hal yang sangat penting dan fundamental di dalam sebuah organisasi adalah LOYALITAS dari setiap anggota dan pimpinannya yang akan sangat menentukan kemajuan dan perkembangan organisasi mengingat adanya berbagai tantangan yang seringkali dialami oleh sebuah organisasi. Tanpa adanya loyalitas, maka sebuah organisasi tidak akan berjalan dengan baik bahkan terkadang tidak akan mampu bertahan apabila di dalamnya tidak diterapkan sikap loyal dan kebersamaan dengan baik.
Hal ini dapat dikatakan sebagai kesetiaan terhadap organisasinya. Apabila para anggota organisasi memiliki kesetiaan / loyalitas terhadap organisasinya, maka ia akan merasa memiliki kesadaran akan kewajiban untuk menggunakan semua fasilitas, kemampuan serta sumber daya yang dimilikinya demi kemajuan organisasinya. Semua itu dapat terlihat dari para anggota organisasi yang selalu menaati peraturan atau kesepakatan yang telah ditentukan baik tertulis maupun lisan. Ia akan mendukung setiap program kerja organisasi yang telah dijalankan dan akan mengerjakan bagiannya dengan baik dan penuh tanggung jawab. Tentunya terkadang memerlukan pengorbanan baik secara materi maupun waktu yang seringkali tidak dapat diterima oleh mereka yang tidak memiliki kesetiaan / loyalitas terhadap organisasinya.
Disamping loyalitas, di dalam berorganisasi juga memerlukan sebuah kebersamaan, dimana dapat diartikan sebagai semangat kesatuan, sehati, sepikir dan sepenanggungan dalam menjalankan aktivitas organisasi. Akan tetapi terkadang di dalam melaksanakan program kerja organisasi tidak semua anggota memiliki kesamaan sistem / metode dalam mengerjakan bagiannya sehingga hal ini membuat kemajuan dan perkembangan organisasi menjadi terhambat. Keinginan-keinginan untuk emanfaatkan keadaan dan fasilitas yang dimiliki sebuah organisasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja seorang anggota organisasi.
Semua itu banyak ditemukan di berbagai bidang pekerjaan yang mengharuskan pimpinan organisasi untuk melakukan kegiatan pencegahan secara koorperatif sebagai berikut :
1. Pemberian pengetahuan tentang organisasi dan kepemimpinan melalui seminar / workshop dengan menghadirkan nara sumber yang sesuai dengan bidang organisasi,
2. Memberikan informasi tentang sejarah pendirian organisasi,
3. Menjadi teladan bagi bawahan dalam hal sikap berjiwa besar, menghargai kiritik dan saran yang membangun demi kemajuan organisasi.
• Proses pembentukan Loyalitas
Berbicara loyalitas maka perlu dipahami dulu arti/ definisi loyalitas. Definisi loyalitas dalam prakteknya seringkali dijabarkan dengan sangat berbeda-beda. Menurut kamus bahasa Indonesia maka pengertian loyalitas sesungguhnya merupakan kepatuhan dan kesetiaan. Selain itu Loyalitas juga bisa dikatakan setia pada sesuatu dengan rasa cinta, sehingga dengan rasa loyalitas yang tinggi seseorang merasa tidak perlu untuk mendapatkan imbalan dalam melakukan sesuatu untuk orang lain/ organisasi tempat dia meletakkan loyalitasnya. Secara etimologis kata loyalitas selain mengandung unsur kepatuhan dan kesetiaan ternyata juga mengandung banyak unsur dimana unsur-unsur tersebut saling bersinergy dalam membentuk loyalitas seseorang.
Melihat dari arti kata diatas menunjukkan bahwa dalam loyalitas terkandung beberapa unsur diantaranya pengorbanan, kepatuhan, komitmen, ketaatan dan kesetiaan. Hal ini menunjukkan bahwa terbentuknya sikap loyal melalui proses yang sangat rumit karena dipengaruhi interaksi dua belah pihak. Mengacu dari pengertian loyalitas diatas dapat dikatakan bahwa seseorang dikatakan memiliki loyalitas jika seseorang tersebut memiliki kepatuhan dan kesetiaan terhadap organisasi/seseorang.
Adapun proses pembentukan loyalitas menurut Oliver (1997:392) melalui empat tahapan yaitu :
1. Cognitive Loyalty ( Kesediaan berdasarkan kesadaran ).
Pada tahapan pertama loyalitas ini, informasi yang tersedia mengenai suatu yang diinginkan menjadi faktor utama. Tahapan ini didasarkan pada kesadaran dan harapan seseorang
2. Affective Loyalty ( Kesetiaan berdasarkan pengaruh )
Tahapan loyalitas selanjutnya didasarkan pada pengaruh. Pada tahap ini dapat dilihat bahwa pengaruh memiliki kedudukan yang kuat, baik dalam perilaku maupun sebagai komponen yang mempengaruhi kepuasan. Kondisi ini sangat sulit dihilangkan karena loyalitas sudah tertanam dalam pikiran seseorang bukan hanya kesadaran maupun harapan.
3. Conative Loyalty ( Kesetiaan berdasarkan komitmen )
Tahapan loyalitas ini mengandung komitmen perilaku yang tinggi untuk melakukan seluruh permintaan yang ada. Perbedaan dengan tahapan sebelumnya adalah Affective Loyalty hanya terbatas pada motivasi, sedangkan Behavioral Commitment memberikan hasrat untuk melakukan suatu tindakan, hasrat untuk melakukan tindakan berulang atau bersikap loyal merupakan tindakan yang dapat diantisipasi namun tidak dapat disadari.
4. Action Loyalty ( Kesetiaan dalam bentuk tindakan )
Tahap ini merupakan tahap akhir dalam loyalitas. Tahap ini diawali dengan suatu keinginan yang disertai motivasi, selanjutnya diikuti oleh kesiapan untuk bertindak dan berkeinginan untuk mengatasi seluruh hambatan untuk melakukan tindakan
• Pengertian Loyalitas Konsumen
Pengertian Loyalitas Konsumen - Sebagaimana diketahui bahwa tujuan dari suatu bisnis adalah untuk menciptakan para pelanggan merasa puas. Terciptanya kepuasaan dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya hubungan antara perusahaan dengan pelanggannya menjadi harmonis sehingga memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya kesetiaan terhadap merek serta membuat suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan (Tjiptono, 2000 : 105).
Menurut Tjiptono (2000 : 110) loyalitas konsumen adalah komitmen pelanggan terhadap suatu merek, toko atau pemasok berdasarkan sifat yang sangat positif dalam pembelian jangka panjang. Dari pengertian ini dapat diartikan bahwa kesetiaan terhadap merek diperoleh karena adanya kombinasi dari kepuasan dan keluhan. Sedangkan kepuasan pelanggan tersebut hadir dari seberapa besar kinerja perusahaan untuk menimbulkan kepuasan tersebut dengan meminimalkan keluhan sehingga diperoleh pembelian jangka panjang yang dilakukan oleh konsumen.
Loyalitas pelanggan sangat penting artinya bagi perusahaan yang menjaga kelangsungan usahanya maupun kelangsungan kegiatan usahanya. Pelanggan yang setia adalah mereka yang sangat puas dengan produk dan pelayanan tertentu, sehingga mempunyai antusiasme untuk memperkenalkannya kepada siapapun yang mereka kenal.
3. PENTINGNYA BER-EMPHATY DAN KEMAMPUAN MENDENGARKAN
A. BER-EMPHATY
Pengertian Empati berasal dari bahasa Yunani yang berarti “ketertarikan fisik”. Sehingga dapat di defenisikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengenali, mempersepsi, dan merasakan perasaan orang lain.
Beberapa ahli mengatakan defenisi empati yaitu :
a) Menurut Bullmer, empati adalah suatu proses ketika seseorang merasakan perasaan orang lain dan menangkap arti perasaan itu, kemudian mengkomunikasikannya dengan kepekaan sedemikian rupa hingga menunjukkan bahwa ia sungguh sungguh mengerti perasaan orang lain itu. Bullmer menganggap empati lebih merupakan pemahaman terhadap orang lain ketimbang suatu diagnosis dan evaluasi terhadap orang lain. Empati menekankan kebersamaan dengan orang lain lebih daripada sekedar hubungan yang menempatkan orang lain sebagai objek manipulatif.
b) Taylor menyatakan bahwa empati merupakan faktor esensial untuk membangun hubungann yang saling mempercayai. Ia memandang empati sebagai usaha menyelam ke dalam perasaan orang lain untuk merasakan dan menangkap makna perasaan itu. Empati memberikan sumbangan guna terciptanya hubungan yang saling mempercayai karena empati mengkomunikasikan sikap penerimaan dan pengertian terhadap perasan orang lain secara tepat.
c) Tubesing memandang empati merupakan identifikasi sementara terhadap sebagian atau sekurang kurangnya satu segi dari pengalaman orang lain. Berempati tidak melenyapkan ke “aku”an kita. Perasaan kita sendiri takkan hilang ketika kita mengembangkan kemampuan untuk menerima pula perasaan orang lain yang juga tetap menjadi milik orang itu. Menerima diri orang lain pun tidak identik dengan menyetujui perilakunya. Meskipun demikian, empati menghindarkan tekanan, pengadilan, pemberian nasihat apalagi keputusan. Dalam berempati, kita berusaha mengerti bagaimana orang lain merasakan perasaan tertentu dan mendengarkan bukan sekedar perkataannya melainkan tentang hidup pribadinya, siapa dia dan bagaimana dia merasakan dirinya dalam dunianya.
d) Menurut Jalaludin Rakhmat bahwa : Berempati artinya membayangkan diri kita pada kejadian yang menimpa orang lain. Dengan empati kita berusaha melihat seperti orang lain melihat, dan merasakan seperti orang lain merasakan.
e) Menurut Sigmund Freud bahwa : “Empathy dianggap sebagai memahami orang lain yang tidak mempunyai arti emosional bagi kita”.
B. KEMAMPUAN MENDENGARKAN
Seseorang akan bisa menulis dengan baik kalau ia banyak membaca. Dan akan menjadi pembicara yang baik dan terarah pula ketika seseorang tersebut pada saat yang sama adalah pendengar yang baik. Maka analoginya, kalaulah mendengar itu kita ibaratkan sebagai air yang ditumpahkan ke dalam tank, maka bicara adalah air yang disalurkan dan terpancar lewat krannya. Air di kran akan keluar dengan deras ketika memang tank-nya dalam kondisi terisi, dan begitu pun sebaliknya.
Ada sebuah petuah kuno mengatakan, "Kita telah diberi dua telinga dan hanya satu mulut, agar kita dapat mendengarkan dan tidak banyak bicara". Namun dalam praktiknya, dalam kegiatan komunikasi hanya sedikit yang kita gunakan untuk mendengarkan. Atwater (1992) mencatat bahwa keberhasilan di semua tingkat manajemen tergantung pada seberapa baik dia mendengarkan petunjuk secara detail dan umpan balik dari karyawan. Semua sumber informasi membantu manajer mengetahui dan mengevaluasi karyawan mereka, mendengarkan karyawan adalah yang paling penting (Hunsaker dan Alessandra, 1986).
Meskipun banyak waktu yang dihabiskan untuk mendengarkan, tetapi rata-rata orang tidak mendengarkan dengan baik. Atwater (1992) mengatakan bahwa pendengar yang baik hanya dapat memahami dan mengingat hanya setengah dari percakapan, setelah dia mendengar seseorang berbicara. Dalam 48 jam mereka lupa setengah dari itu lagi, sehingga kita mengingat hanya 25% dari apa yang awalnya kita dengar. Dalam pelayanan, dalam bisnis apapun, keterampilan mendengarkan sangat sering diabaikan atau dilupakan. Banyak masalah komunikasi interpersonal berkembang, dan dalam upaya untuk meningkatkan keterampilan komunikasi, banyak program pendidikan dan pelatihan yang dikembangkan dan ditawarkan untuk mengembangkan kemampuan membaca, menulis, dan berbicara. Jarang, kita melihat program yang ditawarkan untuk meningkatkan kebiasaan mendengarkan.
Jika kita ingin meningkatkan efektivitas keterampilan mendengarkan, pertama kita harus memahami bahwa hasil mendengarkan sangat tergantung berbagai faktor. Banyak hal tentang persyaratan yang harus dipenuhi saat berbicara dan mendengarkan tidak sama. Atwater (1992) mengatakan kecepatan berbicara umumnya sekitar 120 sampai 180 kata per menit. Kita umumnya dapat mendengarkan dengan pemahaman yang baik pada 500 sampai 800 kata per menit. Kesenjangan ini sebenarnya menyediakan waktu bagi pendengar untuk efektif mendengarkan. Tetapi yang terjadi adalah kecenderungan untuk kurang memperhatikan kata-kata pembicara. Newkirk dan Linden (1982) menyimpulkan perbedaan ini: Tidak peduli berapa panjang pesan pembicara, kita hanya perlu waktu separuh yang tersedia untuk memahami kata-kata (waktu pemahaman), sedangkan separuh lainnya (waktu reaksi) untuk melaksanakan seperti apa yang kita pilih. Seorang pendengar yang baik akan menggunakan waktu reaksi untuk keuntungannya agar komunikasi berjalan lebih baik secara keseluruhan, sedangkan pendengar yang buruk akan mensia-siakan, atau lebih buruk lagi menyalahgunakannya sehingga pemahaman pesan kurang.
Dikatakan bahwa mendengarkan adalah keterampilan komunikasi yang paling awal diperoleh, yang paling sering digunakan, akan tetapi juga yang paling tidak dikuasai. Atwater (1992) mencatat bahwa selama bertahun-tahun sekolah formal, para siswa menghabiskan 50% atau lebih dari waktu komunikasi mereka untuk mendengarkan, diikuti dengan berbicara, membaca dan menulis. Namun, jumlah waktu siswa menerima keterampilan terbalik, mereka hanya sedikit mendapatkan keterampilan mendengarkan. Sehingga yang kita jumpai sekarang adalah lemahnya siswa untuk lebih dapat mendengarkan dengan efektif. Tetapi hal ini tidak perlu dikuatirkan karena teori mengatakan bahwa mendengarkan dapat dipelajari, kebiasaan mendengarkan yang buruk dapat diubah dengan berlatih.
Ada perbedaan jelas antara mendengar dan mendengarkan. menurut
Webster New World Dictionary, mendengarkan adalah "usaha untuk membuat sadar untuk mendengar" atau "memperhatikan suara." Ini adalah bukti bahwa mendengarkan melibatkan lebih dari pendengaran. Pada dasarnya, mendengar berkaitan dengan penerimaan fisik suara dan merupakan tindakan sukarela; mendengarkan berkaitan dengan persepsi suara yang berarti dan merupakan tindakan sukarela (Atwater, 1992). Mendengarkan dimungkinkan karena adanya jeda antara kata yang diucapkan dan aktivitas mental pendengar. Untuk benar-benar mendengarkan, membutuhkan pengembangan kebiasaan mendengarkan yang baik menurut Atwater (1992). Untuk melakukan ini, kita harus terlebih dahulu, memperhatikan pesan pembicara, berbagi dalam komunikasi, memahami bahasa tubuh dan, akhirnya mendengarkan yang efektif, tergantung pada tujuan komunikasi.
• Mendengarkan secara empati
Empati adalah kemampuan untuk memahami seseorang atau sesuatu dari perspektif orang lain (Axley, 1996). Ini adalah upaya tulus dan berkelanjutan untuk menghargai bagaimana dan mengapa orang lain menafsirkan hal-hal tersebut dan untuk memahami sesuatu dengan cara orang memahami itu. Atwater (1992) menggambarkan “mendengarkan secara empati” sebagai mengalami dunia batin orang lain seolah-olah melangkah dengan ‘sepatu’ pembicara sendiri. Pendengar empati berusaha untuk memperoleh pemahaman akurat tentang orang lain dari frame pribadi mereka, dan untuk menyampaikan pemahaman yang kembali ke orang tersebut. Atwater (1992) mengidentifikasi tiga hal yang bisa dilakukan pendengar untuk menyampaikan empati. Pertama, menunjukkan keinginan untuk memahami orang tersebut. Kedua, mencerminkan perasaan seseorang. Ketiga, perilaku sensorik dan non-verbal seseorang.
Menunjukkan keinginan untuk memahami, membantu untuk mempertahankan hubungan dengan orang lain ketika pemahaman kita rendah akan pesan pembicara. Ini melibatkan penggunaan respon, baik verbal maupun nonverbal. Menggunakan keterampilan mendengarkan dengan aktif seperti; klarifikasi, parafrase dan meringkas menunjukkan secara signifikan keinginan kita untuk memahami dunia batin pembicara. Selain itu, penggunaan "keterampilan menghadiri" seperti; meminimalkan gangguan, kontak mata yang tepat, dan animasi yang tepat semua menunjukkan keinginan kita untuk mengerti. Mengekspresikan keinginan kita untuk memahami orang lain penting, terutama dalam situasi di mana orang cenderung untuk percaya bahwa kita ingin memahami. Dalam kesempatan ini, melibatkan konflik atau emosi yang kuat, dan menunjukkan keinginan untuk mendengarkan daripada berbicara menunjukkan bahwa kita peduli tentang orang itu dan bahwa kita terbuka untuk komunikasi.
Ketika kita berpikir kita memahami perasaan seseorang, adalah langkah awal dalam menyampaikan empati kita. Mencerminkan kembali ke pembicara perasaan yang diungkapkan adalah cara yang paling efektif untuk melakukannya. Merefleksikan perasaan orang tersebut dapat mencapai beberapa tujuan; membantu orang merasa dimengerti terutama bila dilakukan dengan benar, mendorong orang untuk menjadi lebih menyadari perasaan mereka dan mengungkapkannya, membantu membedakan berbagai perasaan pembicara dengan lebih akurat, dan akhirnya refleksi sangat membantu dalam mengungkapkan perasaan-perasaan negatif seperti marah atau takut. Sebuah respon refleksi membantu kita mengekspresikan perasaan lebih penuh dan memfasilitasi komunikasi.
4. BUDAYA PELAYANAN PRIMA DALAM BUDAYA KERJA PERUSAHAAN
Pelayanan adalah proses membantu orang lain dengan cara-cara tertentu dimana sensitivitas dan kemampuan interpersonal dibutuhkan untuk menciptakan kepuasan dan loyalitas yang ditentukan oleh keakraban, kehangatan, penghargaan, kedermawanan, dan kejujuran yang dilakukan oleh penyedia jasa. Sebuah budaya yang kuat, yang mewarnai sifat hubungan perusahaan dengan pelanggannya merupakan identitas yang sangat baik dalam memenangkan perhatian pelanggan pengguna produk.
Budaya dibentuk dari kumpulan sikap setiap karyawan dan manajemen dari suatu perusahaan. Bila setiap orang yang bekerja di perusahaan itu mengutamakan kepuasan pelanggan, tanpa mengabaikan citra perusahaan yang bersangkutan, maka secara kolektif akan tampil sebuah lembaga dengan budaya yang mengutamakan kepuasan pelanggan, dan akan maju karenanya. Apa yang bisa membuat pelayanan menjadi spesial? Berikut adalah hal-hal yang bisa membuat pelayanan menjadi spesial yang diambil dari akronim SERVICE.
1. Smile for everyone, senyum adalah simbol universal dari keramahtamahan.
2. Eye contact that shows we care, kontak mata akan memperlihatkan ketulusan dan ketertarikan kita kepada pelanggan.
3. Reaching out to everyone with hospitality, berinteraksi dengan keramahtamahan akan membantu mengembangkan repeat business.
4. Viewing each customer as special, perlakukan setiap pelanggan sebagai tamu yang diundang ke rumah, sehingga pelanggan akan merasakan suatu nilai dari setiap rupiah yang dikeluarkannya.
5. Inviting customer to return with a sincere, kata magis yang kita berikan akan mendorong pelanggan untuk kembali dan menyampaikan kepada orang-orang terdekat tentang keramahtamahan perusahaan.
6. Creating a warm atmosphere of hospitality, kepedulian kepada pelanggan akan menimbulkan suasana yang hangat dan nayaman.
7. Excellence in everything we do, mempertahankan sikap ini merupakan asset untuk mengembangkan sikap profesional.
Keuntungan penerapan budaya pelayanan prima bagi perusahaan di antaranya adalah pelanggan mampu membedakan pelayanan perusahaan dengan kompetitor, meningkatkan produktivitas, menghargai loyalitas pelanggan, menciptakan promosi dari mulut ke mulut dan mengedepankan win-win solution dalam menangani semua masalah. Untuk menjaga kesinambungan budaya pelayanan prima* diperlukan perhatian dari setiap individu terhadap kemampuan berkomunikasi yang baik, memiliki kompetensi yang diperlukan, memberikan respon yang cepat, aksesibilitas yang mudah, integritas, konsistensi, dan sopan santun.
Untuk menciptakan budaya pelayanan prima tentunya didasari pada pelayanan yang mengacu pada kepuasan pelanggan (customer satisfaction). Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang dirasakan dengan harapannya, dengan diasumsikan bahwa kalau kinerja di bawah harapan, pelanggan akan merasa kecewa, kalau kinerja sesuai harapan, pelanggan akan merasa puas, dan kalau kinerja melebihi harapan, pelanggan akan sangat puas. Kepuasan pelanggan merupakan tujuan utama pelayanan prima.
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
Motivasi merupakan suatu semangat, gairah dan determinasi tinggi yang berasal dari dalam diri sendiri untuk mencapai seusatu yang menjadi tujuan. Motivasi menjadi bahan baku dasar dari sebuah kata yang dinamakan kesuksesan. Motivasi yang luar biasa dapat menimbulkan energi yang luar biasa pula , membuat seseorang bekerja keras, dan bahkan dapat membuat sesuatu yang pada awalnya terlihat tidak mungkin untuk dilakukan menjadi indah untuk dilakukan. Organisasi merupakan sarana untuk sekumpulan individu yang memiliki kesamaan tujuan dan sasaran tertentu di bidang yang sesuai dengan kompetensi para anggotanya. Hal ini merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk berinteraksi dan bersosialisasi dengan sesamanya. Hal yang sangat penting dan fundamental di dalam sebuah organisasi adalah loyalitas dari setiap anggota dan pimpinannya yang akan sangat menentukan kemajuan dan perkembangan organisasi mengingat adanya berbagai tantangan yang seringkali dialami oleh sebuah organisasi. Tanpa adanya loyalitas, maka sebuah organisasi tidak akan berjalan dengan baik bahkan terkadang tidak akan mampu bertahan apabila di dalamnya tidak diterapkan sikap loyal dan kebersamaan dengan baik. Menurut kamus bahasa Indonesia maka pengertian loyalitas sesungguhnya merupakan kepatuhan dan kesetiaan. Selain itu Loyalitas juga bisa dikatakan setia pada sesuatu dengan rasa cinta, sehingga dengan rasa loyalitas yang tinggi seseorang merasa tidak perlu untuk mendapatkan imbalan dalam melakukan sesuatu untuk orang lain/ organisasi tempat dia meletakkan loyalitasnya.Pengertian Empati berasal dari bahasa Yunani yang berarti “ketertarikan fisik”. Sehingga dapat di defenisikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengenali, mempersepsi, dan merasakan perasaan orang lain. Atwater (1992) mencatat bahwa keberhasilan di semua tingkat manajemen tergantung pada seberapa baik dia mendengarkan petunjuk secara detail dan umpan balik dari karyawan.
B. SARAN
Pembuatan makalah ini bisa dibilang masih jauh dari sempurna karena keterbatasan dari penulis untuk menyempurnakannya tapi dengan adanya makalah dapat membantu pembaca agar dapat mengerti bagaimana hubungan interpersonal dan budaya kerja perusahaan jadi untuk melengkapi keterbatasan makalah ini penulis menyarankan agar pembaca bisa menggabungkan dengan refrensi-refrensi lain guna mempermuda pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Yun Iswanto, 2007. Buku Materi Pokok, Manajemen SDM, Jakarta : BPK-Pusat Penerbitan UT.
Barry Cushway, 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia (Perencanaan, Analysis, Kinerja, Penghargaan ), PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta.
Niken Safitri, 2006. Pengaruh Partisipasi Dalam Penyusunan Anggaran Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Karyawan : Job Relevant Information (JRI) Sebagai Variabel Antara, Skripsi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Purwoto Wanasentana, DR, 2009. Materi Kuliah Evaluasi Kinerja, Program Pascasarjana, Magister Manajemen, Universitas Krisnadwipayana.
B.S. Wibowo, dkk. (2008). ”Trustco SHOOT : Sharpening, Our Concept and Tools” PT. Syaamil Cipta Media, Jakarta
Tjiptono, Fandy. 2000. Prinsip & Dinamika Pemasaran. Edisi Pertama. J & J Learning. Yogyakarta
Kotler, Philip. 2001. Manajemen Pemasaran di Indonesia : Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. Salemba Empat. Jakarta.
Atwater, E., (1992). I hear you. (Rev. ed.). Pacific Grove, Ca.: Walker.
Hunsaker, P., and Allessandra, A., (1986). The art of managing people. New York: Simon & Schuster Inc.
Newkirk, W., and Linden, R., (1982). Improving communication through active listening. Emergency medical services, 11 (7), 8 - 11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar